Krisis atau kekurangan pasokan listrik di Indonesia nampaknya semakin memburuk. Menangani kebutuhan listrik di seluruh wilayah Indonesia dan meningkatkan produksi listrik di masa depan merupakan tantangan yang sulit. Krisis listrik sebenarnya telah diprediksi oleh banyak ahli energi di Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu. Pemadaman bergilir dan pemadaman tetap yang saat ini diberlakukan di kota-kota besar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua diperkirakan akan menyebar ke daerah lain jika tidak ada solusi yang signifikan.
Di era otonomi saat ini, kebutuhan energi meningkat dengan cepat baik dari segi kapasitas, kualitas, maupun distribusi. Pada tahun 2004-2005, kebutuhan energi di Jawa dan Bali mencapai 90.000 MWh, sedangkan di luar Jawa-Bali sebesar 25.000 MWh. Pada tahun 2010, kebutuhan energi meningkat drastis menjadi 140.000 MWh untuk Jawa-Bali dan 35.000 MWh untuk daerah di luar Jawa-Bali. Perkiraan tersebut kemungkinan akan meningkat secara signifikan pada periode 2015-2020. Jika setiap kabupaten dan provinsi di seluruh Indonesia menerapkan otonomi secara intensif dengan melakukan pembangunan di daerah masing-masing, kebutuhan energi diperkirakan akan jauh melampaui kapasitas yang ada. Pembangunan daerah pasti akan menghadapi hambatan serius jika pasokan energi terhenti atau terganggu seperti yang terjadi saat ini. Pemerintah dan masyarakat harus waspada. Jika tren penyediaan energi dan kemampuan distribusi energi tetap seperti sekarang, maka pembangunan di sebagian besar daerah di Indonesia akan terhambat, karena ketersediaan energi memiliki hubungan yang signifikan dengan laju pembangunan daerah.
Melihat kondisi tersebut, perlu dicari strategi baru yang dapat memenuhi kebutuhan energi dengan meningkatkan produksi energi dan mempermudah distribusinya ke seluruh wilayah Indonesia. Pola pengembangan penyediaan energi untuk pembangunan tidak bisa lagi terpusat hanya pada PLN, misalnya, tetapi harus didorong untuk menerapkan desentralisasi dan otonomi dalam penyediaan dan pengelolaan energi. Setiap provinsi dan kabupaten harus memiliki rencana induk penyediaan energi untuk wilayahnya sendiri berdasarkan rencana pembangunan daerah yang bersangkutan. Rencana induk penyediaan energi wilayah tidak hanya bergantung pada PLN, tetapi juga perlu segera membentuk Badan atau Perusahaan Listrik Daerah (PLD). Tugas PLD adalah dengan serius berusaha memenuhi kebutuhan listrik di daerah tersebut.
Revolusi energi di Indonesia mengacu pada perubahan pemahaman semua individu, kelompok masyarakat, LSM, pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, dan seluruh elemen masyarakat untuk tidak lagi bergantung pada PLN dalam hal pasokan listrik. Semua komponen bangsa bertanggung jawab atas produksi energi listrik. Setiap pemerintah daerah harus proaktif dalam memproduksi energi untuk wilayahnya masing-masing. Konsep swasembada energi harus dipertimbangkan. Reformasi energi berarti perubahan fundamental dalam kesadaran, yaitu beralih dari ketergantungan pasokan energi dari pihak lain menjadi mengambil tanggung jawab energi sendiri.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak sumber energi yang belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat di daerah. Bahkan, masyarakat tidak menyadari bahwa di sekitar mereka terdapat banyak sumber energi yang dapat dimanfaatkan, seperti energi angin, air, biomassa, bioetanol, biofuel, dan juga sumber daya seperti tambang minyak, batu bara, gas alam, dan lainnya.
Oleh karena itu, reformasi filosofi dalam memahami pentingnya energi harus menjadi agenda utama pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk disosialisasikan kepada masyarakat secara luas. Reformasi kesadaran tentang energi akan memiliki dampak yang signifikan terhadap pencapaian swasembada energi di masa depan. Dengan kesadaran akan pentingnya energi, maka:
- Setiap orang, kelompok masyarakat, desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi akan berupaya untuk memperoleh energi guna kelangsungan hidup dan kemajuan daerah mereka. Masyarakat dan pemerintah daerah akan memperhitungkan masalah energi, baik dalam pengolahan sumber daya energi maupun jaminan pasokan yang stabil dan berkelanjutan. Masyarakat akan berusaha keras untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan sumber-sumber energi di wilayah mereka, termasuk energi terbarukan dan fosil, dengan cara yang berkelanjutan.
- Kesadaran masyarakat tersebut akan meningkatkan kemampuan negosiasi masyarakat terhadap pihak-pihak yang mengeksploitasi sumber daya energi di daerah mereka. Dengan demikian, masyarakat akan mendapatkan manfaat ekonomi yang signifikan serta jaminan pasokan energi yang berkelanjutan.
- Kesadaran akan pentingnya energi akan mendorong masyarakat untuk berperilaku hemat dan bijak dalam menggunakan energi. Gerakan penghematan energi sulit tercapai tanpa adanya kesadaran filosofis tentang urgensi energi.
- Kesadaran akan pentingnya energi akan mendorong pertumbuhan industri kecil dan menengah, serta sektor energi yang lebih besar. Masyarakat akan saling berkompetisi dalam menciptakan dan mencari sumber energi untuk memenuhi kebutuhan industri dan masyarakat.
- Kesadaran masyarakat tentang energi secara bertahap akan meningkatkan ketahanan energi serta ketahanan pangan dan nasional secara keseluruhan.
- Kesadaran akan pentingnya mencari dan memproduksi energi secara desentralisasi di seluruh wilayah Indonesia, baik melalui sistem jaringan maupun secara mandiri, akan meningkatkan keberhasilan otonomi daerah.
Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan energi di daerah, diperlukan upaya maksimal untuk menciptakan sumber-sumber energi yang dapat dikembangkan secara lokal. Ini termasuk pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan, seperti energi panas bumi, surya, angin, gelombang laut, biomassa, dan pembangkit listrik tenaga air. Selain itu, upaya ini juga harus melibatkan sumber energi tak terbarukan seperti batu bara dan minyak, dengan melibatkan masyarakat melalui konsep pemberdayaan masyarakat yang berlandaskan pada pranata sosial, kearifan lokal, dan kebudayaan yang ada.
Untuk pengembangan energi yang tidak ramah lingkungan, diperlukan studi yang mendalam tentang dampak lingkungan yang mungkin timbul, upaya penanggulangannya, dan keberlanjutan penggunaannya. Oleh karena itu, penting untuk mengantisipasi masa depan ketika sumber energi tersebut akan habis.
Untuk mempercepat penyebaran kesadaran energi, perlu dibentuk jaringan dinamis yang menghubungkan para pelaku dan penggiat dalam pengembangan pembangkit energi di seluruh Indonesia. Jaringan ini harus bersifat inklusif, dengan prinsip jaringan grassroot, yang menghubungkan masyarakat dengan konsep “getok tular” yang cepat. Informasi yang berbagi secara horizontal akan efektif dalam menyebarkan ide dan cerita sukses tentang pemanfaatan energi, sehingga masyarakat terinspirasi untuk melakukan hal yang serupa. Oleh karena itu, perlu dipelajari cara menciptakan jaringan di tingkat masyarakat, terutama untuk penyebaran kesadaran kolektif masyarakat tentang energi. Krisis dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pangan sebenarnya dapat digunakan secara psikologis untuk mengkondisikan kesadaran akan pentingnya energi.
Sumber :
Buku Teknik Dan Pengelolaan Sumber Daya Air
Penulis : Dra. Fauzia Mulyawati, ST, MT; Dr. Agung Wahyudi Biantoro, ST, MT.