Pelatihan K3, Konsultan MEP & Infrastruktur
0858-9365-2156
Kebun Jeruk Jakarta Barat

KETERSEDIAAN AIR DAN KAPASITAS WADUK

Ketersediaan Air

Perencanaan proyek penampungan air seperti pembangunan waduk atau bendungan melibatkan serangkaian analisis yang komprehensif dan terperinci terhadap perkiraan ketersediaan air. Hal ini bertujuan untuk memastikan pasokan air yang memadai tidak hanya selama musim hujan tetapi juga saat musim kemarau, dengan tujuan utama untuk menjamin keberlanjutan suplai air yang stabil setiap tahunnya. Proses perencanaan ini tidak hanya tentang menentukan kapasitas penyimpanan waduk dan tinggi bendungan yang sesuai dengan volume air yang tersedia di wilayah tersebut. Lebih jauh lagi, melibatkan perancangan sistem utilitas secara keseluruhan dengan cermat, termasuk kapasitas pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sistem distribusi air irigasi, serta infrastruktur lainnya, yang semuanya disesuaikan dengan kebutuhan dan manfaat yang diharapkan dari proyek tersebut.

Estimasi manfaat dari pembangunan waduk atau bendungan didasarkan pada analisis ketersediaan air yang diproyeksikan. Estimasi ini menentukan kelayakan ekonomi dari proyek tersebut, yang sangat bergantung pada data hidrologi yang diestimasi. Dalam konteks ini, studi hidrologi memiliki peran yang sangat penting. Salah satu tujuan utama dari studi hidrologi adalah memahami pola aliran air di lokasi yang direncanakan untuk pembangunan waduk atau bendungan. Meskipun idealnya, data aliran air dapat diperoleh langsung dari stasiun pengukur aliran di sekitar lokasi tersebut, namun dalam kenyataannya, hal ini seringkali tidak memungkinkan. Oleh karena itu, seringkali diperlukan pendekatan yang menggunakan data curah hujan untuk melakukan estimasi.

Proses estimasi ketersediaan air ini melibatkan pembuatan kurva masa. Kurva ini adalah grafik yang menampilkan akumulasi aliran terhadap waktu, berdasarkan data hidrograf aliran minimal selama periode tertentu, yang biasanya mencakup rentang waktu sekitar 20 tahun. Kurva masa membantu memvisualisasikan pola aliran air dalam jangka waktu yang panjang, memungkinkan para perencana untuk membuat estimasi yang lebih akurat terkait dengan ketersediaan air di lokasi proyek.

Selain itu, studi hidrologi bertujuan untuk menentukan hidrograf banjir untuk banjir desain tertentu. Hal ini diperlukan untuk menentukan kapasitas infrastruktur penting seperti spillway dan cofferdam, yang memainkan peran penting dalam mengurangi risiko banjir serta melindungi infrastruktur dan lingkungan sekitarnya dari potensi bahaya banjir. Dengan demikian, studi hidrologi bukan hanya menjadi tahap penting dalam proses perencanaan dan pembangunan proyek waduk atau bendungan, tetapi juga memastikan bahwa proyek tersebut memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang maksimal bagi masyarakat yang terlibat, serta berfungsi dengan baik secara teknis.

 

Kapasitas Waduk

Terdapat dua teknik utama untuk mengevaluasi kapasitas waduk: metode grafis menggunakan Rippl dan pendekatan numerik dengan Algoritma Puncak Berurutan. Kedua teknik ini mempertimbangkan periode kritis, di mana aliran keluar dari waduk melebihi aliran masuknya. Perbedaan antara total pengambilan dan total aliran masuk selama periode kritis menunjukkan volume penyimpanan yang diperlukan untuk memenuhi permintaan atau untuk memastikan ketersediaan yang memadai. Ketika melihat lebih dari satu periode kritis, kapasitas waduk diambil sebagai penyimpanan maksimum yang diperlukan.

Tampaknya menggunakan data satu tahun untuk menghitung kapasitas waduk mungkin tidak akurat, karena kondisi tahun tersebut bisa lebih kering atau lebih basah dari rata-rata. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menggunakan serangkaian data yang mencakup setidaknya 20 tahun atau lebih untuk menghitung periode desain secara optimal.

Pendekatan Grafis dengan Metode Rippl

Pendekatan grafis hanya dapat digunakan pada skema pengambilan air dari waduk yang stabil secara konsisten. Metode ini melibatkan proses akumulasi dan representasi grafis dari aliran masuk, biasanya dengan interval bulanan. Untuk menemukan kapasitas tampungan yang diperlukan, kita harus menarik garis singgung pada awal dan akhir periode kritis. Masa kritis ini mencakup bulan-bulan di mana aliran masuk lebih rendah dari aliran keluar dari waduk. Sebagai contoh, Tabel 1 menampilkan data waduk selama satu tahun tertentu, di mana analisis dilakukan selama periode 24 bulan. Karena periode kritis harus mencakup satu tahun penuh, serangkaian data untuk tahun tersebut diulang untuk memastikan analisis yang komprehensif.

Langkah awal adalah mengonversi aliran masuk dari meter kubik per detik ke meter kubik per bulan (dalam juta). Aliran keluar diasumsikan tetap dan setara dengan rata-rata aliran, menciptakan situasi ideal bagi waduk. Dalam contoh tersebut, terlihat bahwa aliran keluar mulai dari bulan Mei lebih besar daripada aliran masuk. Proses penurunan volume waduk mencapai titik terendahnya pada bulan November setelah aliran masuk melebihi aliran keluar. Perbedaan antara total aliran kumulatif pada bulan November dan garis singgung yang memotong aliran kumulatif pada bulan April menunjukkan volume air yang dibutuhkan untuk menjaga pengambilan air yang stabil. Estimasi kurva massa dan garis singgungnya ditampilkan dalam Gambar II.1 sebagai bagian dari analisis yang lebih mendalam terhadap waduk tersebut.

Contoh Metode Rippl dengan Kebutuhan = Inflow rata-rata

Sumber : https://image2.slideserve.com/4381768/perhitungan-tampungan-waduk1-l.jpg

 

Pengaturan pengambilan air biasanya disesuaikan sedemikian rupa sehingga jumlah yang diambil lebih kecil daripada rata-rata aliran masuk yang sebenarnya. Tujuan dari penyesuaian ini adalah untuk mengendalikan ketinggian air di dalam bendungan dan juga untuk mengurangi biaya operasional yang terkait dengan manajemen sumber daya air tersebut. Ketika keputusan diambil untuk mengambil air dari waduk pada tingkat sekitar 2/3 dari rata-rata aliran masuk, dampaknya terasa signifikan terhadap kapasitas tampungan yang dibutuhkan untuk waduk tersebut. Sebenarnya, pengambilan air pada tingkat ini mengakibatkan penurunan hingga setengah dari perkiraan kapasitas waduk yang dibutuhkan dalam skenario ideal. Hasil dari analisis ini dapat ditemukan dalam detail pada Tabel 2 dan juga dipresentasikan secara visual dalam Gambar IV.

 

Dampak utama dari penyesuaian ini adalah bahwa sebagian dari aliran masuk yang masuk ke dalam waduk tidak digunakan untuk keperluan pengambilan air, melainkan akan melimpas keluar melalui pelimpah. Namun, penting untuk dicatat bahwa aliran yang melimpas ini sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk tujuan produksi energi. Dengan demikian, penyesuaian ini tidak hanya mengoptimalkan manajemen air tetapi juga memberikan peluang untuk memanfaatkan potensi energi hidroelektrik yang ada secara lebih efisien.

 

Pendekatan Numerik (Sequent Peak Algorithm)

Pendekatan numerik menjadi krusial ketika kita menghadapi konsep yang cenderung tidak stabil dari waktu ke waktu. Metode ini memberikan fleksibilitas yang dibutuhkan untuk menyesuaikan perubahan dalam aliran masuk dan keluar dari waduk seiring berjalannya waktu. Proses perhitungan untuk menentukan kekurangan penyimpanan S dalam waduk pada setiap bulan t dapat dijabarkan sebagai berikut:

St​=St−1​+Ot​−It​                 jika  St​>0

di mana:

St​ adalah kekurangan penyimpanan pada bulan t,

St−1​ adalah kekurangan penyimpanan pada bulan sebelumnya,

Ot​ adalah aliran keluar (Outflow) pada bulan t, dan

It​ adalah aliran masuk (Inflow) pada bulan t.

Untuk memperjelas konsep ini, mari kita gunakan contoh sebelumnya di mana kebutuhan air setara dengan 2/3 dari debit aliran masuk rata-rata. Data ini terdokumentasi dalam Tabel 3.2 dan diuraikan secara lebih detail dalam Gambar 3.4. Dalam delapan bulan pertama, aliran keluar dari waduk setara dengan setengah dari debit aliran masuk rata-rata, sementara dalam empat bulan terakhir, kebutuhan air meningkat menjadi dua kali lipat dari aliran masuk rata-rata. Penting untuk mencatat bahwa rata-rata tahunan dari aliran keluar tetap konsisten pada 2/3 dari debit aliran masuk rata-rata, seperti yang diamati dalam contoh sebelumnya. Hal ini menunjukkan kemampuan pendekatan numerik untuk menangani variasi dalam kondisi aliran masuk dan keluar dari waduk seiring berjalannya waktu dengan lebih efektif.

Contoh metode Rippl dengan kebutuhan = 2/3 inflow rata-rata

Bulan Inflow (m3/s) Inflow (10^6 m3) Kumulatif Inflow (10^6 m3) Kumulatif Outflow (10^6 m3) Kumulatif Outflow (10^6 m3) Kapasitas Waduk (10^6 m3)
      0      
A 15 39 3963 4514    
S 9,3 24 3987 4792    
O 15 39 4026 5070    
N 76 197 4223 5349 4224 1125
D 292 783 5006 5627 4502 1125
J 448 1200 6206 5905 4780  
F 506 1224 7430 6183 5058  
M 183 489 7919   5336  
A 173 449 8368   5614  
M 119 318 8686 8686    
J 56 144 8830 8964    
J 37 100 8930 9242    
A 15 39 8969 9520    
S 9.3 24 8993 9799    
O 15 39 9032 10077    
N 76 197 9229 10355 9230 1125
D 292 783 10012 10633 9508 1125

Sumber : Rekayasa Lingkungan dan Penyehatan

 

Penentuan Tinggi Bendungan

Penetapan tinggi bendungan melibatkan serangkaian langkah yang teliti dan rinci untuk memastikan bahwa bendungan mampu memenuhi keperluan proyek secara efektif. Proses ini melibatkan pemahaman mendalam tentang volume waduk yang dibutuhkan untuk berbagai kebutuhan proyek, serta penggunaan kurva elevasi dan volume waduk yang telah disesuaikan. Langkah-langkah yang diperlukan untuk menetapkan tinggi bendungan adalah sebagai berikut:

  1. Identifikasi secara seksama volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan proyek yang telah ditetapkan, seperti untuk irigasi, pembangkit listrik, penyediaan air minum, dan penggunaan lainnya, dengan mempertimbangkan proyeksi waktu yang relevan.
  2. Plot kebutuhan air ini pada kurva kumulatif aliran vs waktu, yang dapat direpresentasikan dengan menggunakan garis putus-putus dengan warna yang diidentifikasi, misalnya warna merah.
  3. Gambar garis sejajar dengan kurva kebutuhan tersebut, pastikan bahwa garis tersebut melalui puncak kurva aliran, menunjukkan volume air maksimum yang dibutuhkan.
  4. Dari titik terendah pada kurva, tarik garis vertikal yang memotong garis sejajar yang telah digambar sebelumnya, menunjukkan titik di mana kebutuhan air terpenuhi dan volume air yang tersimpan memadai.
  5. Ukur titik potong ini, yang mewakili volume air yang harus ditampung oleh waduk sesuai dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi sebelumnya.
  6. Selanjutnya, gunakan kurva elevasi vs volume waduk yang telah disiapkan sebelumnya untuk menentukan elevasi normal permukaan air waduk. Dengan menambahkan tinggi cadangan yang diperlukan untuk faktor seperti banjir dan keselamatan, elevasi puncak atau tinggi bendungan dapat ditetapkan dengan tepat.

Dengan menggunakan pendekatan yang rinci ini, tinggi bendungan dapat ditetapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus proyek, memastikan bahwa struktur bendungan memadai dan efisien dalam menyediakan sumber daya air yang dibutuhkan.